Selamat datang di blog KI DALANG KLUMOSARI (Padepokan Cakra Latifah) Dk.Klumosari rt 03 rw o5 Ds.Banjaragung Kec.Bangsri Kab.Jepara HP : 085292205271 (Hendroyono,S.Sn), Terima Kasih Atas Kunjungannya.

Oleh Hendroyono, S.Sn
Di Jawa Tengah, Ratu Sima dengan Kerajaan Kalingganya relatif terkenal. Beberapa kota bahkan sempat mengabadikan nama Sima dan Kalingga sebagai nama jalan di kota-kota tersebut.

Bekas-bekas kerajaan Kalingga sampai saat ini masih banyak terlihat di daerah Dieng. Sementara itu nama Ratu Sima sendiri juga sering dikaitkan dengan sosok wanita yang sangat cantik. Namun siapa sesungguhnya Ratu Sima ini?

Menurut catatan sejarah, kerajaan kalingga terdiri dari 3 kerajaan, yaitu kalingga bumi batara india, kalingga jawa tengah dan kalingga jawa timur, semuanya saling berhubungan, kerajaan Kalingga di bumi batara India merupakan kerajaan yang pertama, negeri dari orang tua kirathasinga yang diutus untuk mendirikan kerajaan Kalingga di Jawa tengah dan merupakan, raja Kalingga pertama yang berkuasa dari tahun 0554 – 0570 Caka (0659 – 0674 M) berkuasa selama 61 tahun, Prabu Kirathasinga mempunyai istri dari kerajaan melayu Sribuja (Palembang) yang dikalahkan Sriwijaya tahun 683 M, bernama Dewi Wasundari, dan mempunyai putra bernama Kartikeyasinga yang menjadi raja ke 3  kerajaan Kalingga di bumi batara India.

Kertikeyasinga menetap sebagai raja ke 3 kerajaan kalingga di bumi batara India, mempunyai istri bernama Dewaniloka, putri raja wilayah di Kalingga,  India. lahir 526 Caka, nikah 546 Caka, wafat pada usia 43 tahun 569 Caka. Mempunyai putra bernama Sang Bhuswara, raja di Kerajaan Kalingga di Bhumi Bharata, setelah istrinya meningga Kertikeyasinga menyerahkan kepemimpinan kerajaan kepada putranya Sang Bhuswara, dan ia memilih kembali ke Kalingga Jawa menyusul ayahnya. Setelah ayahnya yaitu Prabu Kirathasinga meninggal, Kertikeyasinga menggantikan ayahnya sebagai raja kerajaan kalingga di Jawa tengah. Di kerajaan kalingga, kertikeyasinga mempersunting seorang putri dari kerajaan bawahan kalingga bernama Dewi Sima, lahir 542 Caka, nikah 561 Caka, mempunyai 2 orang putra bernama Dewi Parwati dan Narayana. Untuk mempererat persahabatan dengan Galuh dengan maksud untuk menghadapi Sriwijaya yang saat itu beraliansi dengan Sunda, Kartikeyasinga dan isterinya Ratu Sima menjodohkan anaknya yang bernama Parwati dengan Amara (Mandiminyak), anak Raja Galuh Wretikandayun . Parwati, dari perkawinan tersebut, melahirkan Sanaha pada tahun 661/662 M. Dengan perkawinan itu terbentuklah dua blok yang saling berhadapan, yaitu Blok Sriwijaya-Sunda dan Blok Kalingga-Galuh yang notabene sesungguhnya masih termasuk dalam satu rumpun keluarga

Ratu Sima menjadi raja Kalingga menggantikan suaminya Kartikeyasinga, Sang Lumah ing Mahameru (yang wafat di gunung Mahameru)yang berkuasa berkuasa antara tahun 648 sampai dengan 674 M. Saat Kartikeyasinga wafat tahun 674, Ratu Sima mengambil alih posisi suaminya sebagai raja sampai dengan tahun 695 M dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputrikeswara. Dalam pemerintahannya, menantunya, Mandiminyak (Amara) dan adik iparnya, Narayana, diangkat menjadi pembantu-pembantunya. Pemeritahan di pusat kerajaan oleh Ratu Sima didelegasikan kepada 4 orang menteri yang mengatur negara beserta 28 negara taklukan yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur .

Saat Ratu Sima menggantikan suaminya sebagai Raja Kalingga, Sriwijaya yang saat itu dirajai Sri Jayanasa (berkuasa antara tahun 669-692 M) sedang gencar-gencarnya melakukan ekspansi. Negeri Melayu Sribuja (beribukota di Palembang), asal ibu mertua Ratu Sima, diserbu oleh Sriwijaya sejak tahun 670 M. Lantas pada tahun 675, hampir separuh wilayah Kerajaan Melayu diduduki dan akhirnya tahun 683 M diduduki secara penuh oleh Sriwijaya dengan mengerahkan tentaranya sebanyak sekitar 2 laksa (20.000 orang) . Dengan demikian Sriwijaya dapat menguasai seluruh Sumatera dan Semenanjung Malayu. Pada waktu itu ajakan damai dari Sri Jayanasa ditolak oleh Ratu Sima .

Untuk memperkuat persahabatan yang sudah terjalin sebelumnya dengan Kerajaan Galuh dalam upaya menghadapi Sriwijaya, Ratu Sima menyetujui perkawinan Sena dengan Sanaha. Sena adalah anak Mandiminyak dengan Pohaci Rababu sedangkan Sanaha adalah anak Mandiminyak dengan Parwati. Perkawinan sedarah ini membuahkan anak yang diberi nama Sanjaya (683 M-754 M)

Menurut sejarah, Ratu Sima – yang janda - sempat dipinang oleh Sri Jayanasa. Ratu Sima menolaknya. Oleh sebab itu pada tahun 686 Sriwijaya bermaksud menyerang Kalingga. Mengetahui rencana ini, Tarusbawa, raja Sunda, turun tangan dan mengirim surat kepada Sri Jayanasa bahwa ia tidak setuju dengan rencana itu. Alasannya adalah agar jangan timbul kesan bahwa gara-gara pinangannya ditolak oleh Ratu Sima, maka Sri Jayanasa hendak menyerbu Kalingga. Mau tak mau Sri Jayanasa terpaksa menyetujui usul Tarusbawa, yang juga adalah saudaranya sendiri. Kapal-kapal Kalingga, yang waktu itu sempat ditahan, dilepaskan setelah hartanya dirampas. Tindakan Sriwijaya hanya sekedar mengganggu keamanan laut Kalingga .

Sri Jayanasa Raja Sriwijaya mangkat tahun 692 M dan digantikan oleh Darmaputra (692-704). Sedangkan Ratu Sima mangkat 3 tahun kemudian, yaitu tahun 695 M. Sebelum mangkat, Kerajaan Kalingga dibagi dua. Di bagian utara disebut Bumi Mataram (dirajai oleh Parwati, 695 M-716 M). Di bagian selatan disebut Bumi Sambara (dirajai oleh Narayana, adik Parwati, yang bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala, 695 M-742 M).

Sanjaya (cucu Parwati) dan Sudiwara (cucu Narayana) kelak menjadi suami isteri. Perkawinan mereka adalah perkawinan antara sesama cicit Ratu Sima. Anak hasil perkawinan mereka bernama Rakai Panangkaran yang lahir tahun 717 M. Dialah yang di kemudian hari menurunkan raja-raja di Jawa Tengah.

Pelajaran yang patut disimak dari riwayat Ratu Sima ini antara lain adalah :
  • Ratu Sima termasuk manusia yang tidak mau menyerah terhadap kodratnya sebagai wanita. Begitu suaminya meninggal, ia tampil menggantikan. Dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya, ia juga tegar bahkan membangun aliansi dengan Kerajaan Galuh.
  • Yang masih sulit untuk diketahui dasarnya adalah perkawinan sedarah antara kedua cicitnya (Sena dengan Sanaha) yang menurut kabar dimotori atau paling tidak direstui oleh Ratu Sima. Mungkin cara itulah yang dianggap terbaik waktu itu untuk mempersatukan dua kerajaan untuk bersama-sama menghadapi kekuatan lain.

Referensi :
  • Tim Penulis Sejarah, 1981. Sejarah Nasional Indonesia I untuk SMA. Depdikbud Jakarta
  • Slamet Mulyana, 1980. Dari Holotan ke Jayakarta. Yayasan Idayu, Jakarta.
  • Tim Penulis Sejarah, 1984. Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat, Pemda Propinsi DT I Jawa Barat
  • Soekmono, 1993. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia II. Penerbit Kanisius, Jakarta
  • Daljoeni, 1992. Geografi Kesejarahan II Indonesia. Penerbit Alumni, Bandung
  • Muchtar Lutfi, Suwardi, Anwar Syair dan Umar Amin, 1996. Sejarah Riau. Biro Bina Sosial Setwilda Tingkat I Riau
  • http://wongwedoknusantara.blogspot.com/2010/10/ratu-sima.html
  • Yoseph iskandar, 1997. Sejarah jawa barat. CV Geger Sunten Bandung.
  •  


0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 

KI DALANG KLUMOSARI Copyright © 201 | Powered by Blogger